Judul : Rumah Tanpa Jendela
Penulis : Asma Nadia
Penerbit : Kompas
Tahun terbit : 2011, Januari
Harga : Rp. 68.000,-
Jendela saja. Satu saja. Kecil saja. Titik! Hanya itu yang selalu diimpikan Rara, anak seorang pemulung di tengah ibu kota. Siang malam, saat sedang bersama keluarga maupun teman-teman, hanya mampi satu itu yang terus ia bicarakan. Tak heran, beberapa teman dan orang tua temannya meledek habis-habisan mimpi Rara. Bukan tanpa sebab, untuk rumah mereka yang hanya terbuat dari tumpukan triplek dan kardus, menjadi hal yang sangat tidak urgent memiliki rumah berjendela.
Kejadian demi kejadian sedih menimpa Rara. Tidak hanya nyawa ibu tercinta dan adik yang masih dalam rahim ibunya yang turut hilang, tak lama berselang, Tuhan juga "memanggil" ayah Rara yang meninggal akibat kebakaran di lingkungan rumahnya. Namun, kesulitan selalu turun satu paket dengan kemudahan. Tanpa disengaja, kecelakaan kecil membawanya bertemu dengan seorang anak autis dari keluarga kaya raya, Aldo.
Walau pun menderita autis, Aldo sebenarnya anak yang baik hati. Namun ibu dan kakak perempuannya merasa malu memiliki anak dan adik authis seperti Aldo. Beruntung ia bertemu Rara dan teman-temannya yang tak pernah mempermasalahkan kelainan Aldo. Persahabatannya dengan Rara pun menjadi titik awal perubahan sikap kakak dan ibu Aldo. Mereka sudah tidak merasa malu lagi memiliki Aldo dalam keluarganya.
Novel keluarga! Itulah kata yang tepat untuk mendeskripsikan novel setebal 175 halaman ini. Semua anggota keluarga, ayah; ibu; adik; kakak; nenek; kakek; bahkan bibi; kudu baca novel satu ini. Untuk apa? Yep, untuk mengevaluasi sejauh mana kasih sayang kita terhadap anggota keluarga!
Novel yang dikembangkan dari cerpen Asma yang berjudul Jendela Rara, ini mengangkat tema yang sangat sederhana. Namun mampu membeberkan permasalahan di dua kelompok masyarakat Jakarta. Si kaya dengan ketidakbersyukurannya, dan si miskin dengan ketidakberdayaannya sebagai kaum papa. Akan kamu temukan cerita cinta, sedikit komedi, persahabatan, dan perjuangan, di dalamnya. So, siap-siap banyak nangis saking terharunya, deh!
Sebagai penulis yang telah lama malang melintang di dunia kepenulisan dan telah menerima berbagai penghargaan hingga tingkat Asia Tenggara, kemampuan Asma dalam novel ini benar-benar tidak diragukan lagi. Mendeskripsikan kehidupan orang kaya ibu kota, hampir semua penulis dapat melakukannya. Tapi mendeskripsikan kehidupan orang miskin ibu kota hingga mendetail, tak semua penulis dapat melakukannya. Dan Asma menjadi salah satu penulis yang dapat melakukannya, seolah-olah ia pernah mengalami bagaimana kehidupan keluarga Rara dan teman-temannya.
Kesabarannya dalam menyelipkan banyak kebaikan tanpa terkesan menggurui dan kecerdasannya mengungkap permasalahan sosial negeri ini, patut diacungi jempol. Apalagi wawasannya yang luas tentang autis, baik yang ia beberkan sendiri maupun dari mulut tokoh-tokoh di sekeliling Aldo. Sempurna!
Dari segi bahasa? Seperti yang sering diulang-ulang Asma, manfaat tulisan bagi pembaca lebih penting dibandingkan penggunaan kata yang nyastra. Jadi, buat yang mencari cerita dengan unsur sastra kental... Salah tempat, Jek! Tapi, buat yang mencari cerita sarat hikmah? Nggak salah baca buku ini!
Sayangnya, satu kelemahan novel ini. Alur campuran yang digunakan Asma, membuat pembaca harus berfikir ulang ketika masuk sub bab selanjutnya. Ya, walau pun tidak separah novel best seller Laskar Pelangi yang juga sering melompat-lompat dalam bercerita. Namun, seandainya cerita dikemas dalam bentuk tulisan yang mengalir tanpa harus tiba-tiba membahas satu orang atau satu kejadian berbeda di tengah cerita, pasti akan lebih maknyuz.
Overall, novel ini benar-benar layak deh untuk dibaca. Seperti telaga di tengah keringnya bacaan bermutu, terutama untuk anak-anak, akhir-akhir ini. Benar-benar nggak akan menyesal, deh, beli bukunya! [nurjanah]
0 komentar:
Posting Komentar